KPK Keberatan soal Temuan TWK Eks Ombudsman Ingatkan Sanksi

Mantan anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih mengingatkan ada sanksi administratif jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menjalankan rekomendasi Ombudsman RI soal pelaksanaan alih status pegawai.
"Ada sanksi administratif, ada sanksi moral dan sosial. Sanksi moral itu ketika diumumkan, disampaikan ke DPR dan DPR juga boleh memanggil, sampaikan ke Presiden, publik bisa tahu di website, bisa lihat hasil pemeriksaan detail, statement, fakta-fakta yang ada," tutur Alamsyah, dalam diskusi Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera secara daring, Jumat (6/8).
"Bahwa kemudian orang merasa dignity-nya rusak, itulah sanksi. Dulu saat dikasih kesempatan untuk melakukan perbaikan secara voluntary enggak mau. Sekarang dibuka ke publik, merasa di-downgrade, ya enggak bisa. Itu risikonya," sambung anggota Ombudsman periode 2016-2020 tersebut.
Ia menjelaskan pelaksanaan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) bersifat sukarela dan ada batas waktu 30 hari. Dalam rentang waktu tersebut, kata Alamsyah, Ombudsman RI membuka ruang bagi pihak terlapor termasuk pimpinan KPK untuk berkonsultasi.
Dalam hal ini Alamsyah tidak mempermasalahkan keberatan KPK sepanjang hal tersebut relevan.
"Tapi, kalau tidak relevan, dia [KPK] tidak melaksanakan juga, [LAHP] akan naik jadi rekomendasi. Kalau 30 hari kemudian tidak dilaksanakan tindakan korektif tersebut secara voluntary, maka masuk ke satu unit resolusi dan monitoring akan disusun rekomendasi," ujar dia.
"Di dalam rekomendasi apabila diterbitkan, dia sifatnya wajib dilaksanakan. Itu sudah diatur Undang-undang," lanjutnya.
Pada kesempatan itu, Alamsyah pun menyayangkan sikap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang justru menuding Ombudsman RI lah pelaku malaadministrasi.
"Kalau dia mau menyampaikan keberatan, menyampaikan ke publik, enggak apa-apa. Tapi, ya, jangan offside memberikan statement yang bukan kewenangannya di KPK. Itu memalukan. Itu catatan saya untuk Ghufron," tegas dia yang juga pernah memimpin Komisi Informasi Pusat (KIP) sebagai ketua pada periode 2009-2011.
Sebelumnya, KPK keberatan menindaklanjuti temuan Ombudsman RI terkait dengan malaadministrasi terhadap pelaksanaan alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Lembaga antirasuah menolak melaksanakan tindakan korektif Ombudsman RI yang salah satu poinnya adalah meminta agar 75 pegawai tak lulus TWK dialihkan statusnya menjadi ASN.
Nurul Ghufron menilai Ombudsman RI melanggar konstitusi dan wewenang, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan pemeriksaan atas laporan yang sedang dalam proses pemeriksaan, hingga tak konsisten dan tidak logis karena temuan dan tindakan korektif tidak berkorelasi.
Merespons Alamsyah, Nurul Ghufron menyebut pihaknya hanya memakai hak mengajukan keberatan seperti yang diatur dalam peraturan Ombudsman.
"KPK menggunakan hak prosedural yg diatur di peraturan ombudsman, di situ diatur hak untuk mengajukan keberatan," ucapnya, tanpa merinci peraturan yang dimaksud.
"Tidak usah meluarbiasakan hal yang normatif ada aturannya," cetus Nurul.
Dalam pengumumannya soal aduan dugaan malaadministrasi TWK, Ombudsman RI menyatakan saran perbaikan tersebut menjadi pegangan untuk Jokowi jika tindakan korektif tidak dijalankan oleh KPK maupun Badan Kepegawaian Negara (BKN) selaku pihak pelaksana asesmen TWK.
Dalam pengumuman yang disampaikan anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng pada 21 Julialu dikatakan, "Presiden perlu melakukan pembinaan terhadap Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, Menteri Hukum-HAM, serta Menteri PAN-RB."
(ryn/kid)[Gambas:Video CNN]
0 Response to "KPK Keberatan soal Temuan TWK Eks Ombudsman Ingatkan Sanksi"
Post a Comment