Mendorong nuklir menjadi energi net zero emission

Jakarta (ANTARA) - Pengembangan kebutuhan energi di Indonesia semakin besar, berbagai kebutuhan mulai harus dipenuhi guna mengisi kokosongan yang harus mulai dipenuhi dengan berbagai inovasi. Sektor energi semakin besar kebutuhannya karena mampu mendorong peningkatan ekonomi bagi daerah yang mampu mengelola kebutuhan dengan baik.

Pemenuhan energi bukan persoalan terpenuhi saja, namun harus menjadi semakin bersih jenisnya mengingat emisi dari residu pembangkit listirik sebisa mungkin harus tidak meninggalkan polusi. Energi baru terbarukan adalah jawaban dari kebutuhan yang ada serta jenis pembangkit yang berkelanjutan kebersihannya.

Nuklir muncul sebagai energi alternatif pilihan, walaupun kemunculanya masih menjadi alternatif pilihan akhir. Beberapa waktu terakhir ini muncul pemikiran bahwa nuklir saatnya didorong untuk menjadi konten energi utama sebagai energi baru terbarukan, karena kebutuhan dan efisiensinya dalam operasional.

Meskipun, pemanfaatan nuklir sebagai energi di Indonesia akan membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang, bahkan sampai puluhan tahun, dikarenakan banyak aspek yang harus dirampungkan persoalannya. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, mengatakan dari total sebanyak 19 aspek yang harus dipenuhi, Indonesia sudah memenuhi sebanyak 16 aspek. Oleh karena itu, pemerintah akan menyusun peta jalan (roadmap) pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) jangka menengah sampai 2024 mendatang.

Dalam upaya adaptasi terhadap transformasi energi tersebut, Indonesia juga tengah memprioritaskan akselerasi pengembangan energi bersih berbasis energi baru dan energi terbarukan (EBT). Melihat perkembangan teknologi EBT yang sangat cepat dan semakin kompetitif dengan energi fosil, Pemerintah meyakini bahwa transisi energi perlu dilakukan secara komprehensif.

Rencana penambahan PLT EBT sendiri, hingga sampai dengan tahun 2035 ditargetkan mencapai 37,30 GW. Strategi pengembangan EBT yang akan dilakukan Pemerintah antara lain implementasi Peraturan Presiden tentang Harga PLT EBT, pengembangan REBID melalui PLTA dan PLTP skala besar yang terintegrasi dengan industri, pengembangan PLTS Skala Besar, pengembangan REBED untuk memacu perekonomian wilayah termasuk daerah 3T, pengembangan biomassa melalui kebun/hutan energi, limbah pertanian dan sampah kota, penambahan jaringan transmisi, menjadikan NTT sebagai lumbung energi (PLTS), serta peningkatan kualitas data dan informasi panas bumi melalui program eksplorasi panas bumi oleh Pemerintah.

Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, pengembangan energi nuklir dipersiapkan menjadi opsi penyediaan listrik di masa depan dan program pengembangannya melibatkan Kemenristekdikti, Kementerian ESDM dan BATAN. Opsi penyediaan listrik untuk masa depan dalam RPJM salah satunya adalah pengembangan PLTN di Kalimantan Barat, kemudian peningkatan penguasaan teknologi sebagai garda terdepan dalam hal ini aspek teknis tentunya, yang dikoordinir oleh Batan.

Langkah yang sudah tercantum dalam RPJM 2020-2024 yaitu langkah penelitian, pengembangan, mendorong penguasaan teknologi, membangun kerjasama, melakukan analisis multi kriteria dan menyusun roadmap nuklir. Pada proses riset dan penjajakannya, berbagai pemangku kepentingan mendukug dan menilai proses yang tengah berlangsung untuk mewujudkan energi alternatif nuklir di Kalimantan Barat.

Rektor Untan Pontianak Garuda Wiko bahkan menilai sudah saatnya perlu penguatan pemahaman kepada masyarakat tentang nuklir dan pemanfaatannya apalagi pemerintah sudah merencanakan tentang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Penguatan yang dilakukan agar pengetahuan yang sangat terbatas serta adanya persepsi keliru terkait nuklir dapat diluruskan. Pemahaman perlu mengingat karena sangat mempengaruhi sikap penerimaan masyarakat yang dibutuhkan untuk mendukung suatu rencana pembangunan PLTN.

Ia menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia saat ini merencanakan untuk membangun PLTN di Kalbar. Rencana itu mendapat respon yang sangat positif dari pemerintah yang mendukung sepenuhnya rencana tersebut. Antusiasme pemerintah daerah Kalbar untuk mendukung rencana pembangunan PLTN tentunya memiliki berbagai alasan. Harapan akan adanya pasokan listrik yang dipasok oleh PLTN nantinya tentu akan melepaskan ketergantungan Kalbar dari negara tetangga.

Untuk merealisasikan rencana pembangunan PLTN, perlu dilakukan berbagai upaya yang mengarah pada persiapan untuk memulai langkah pembangunan PLTN di Kalbar. Beberapa langkah persiapan pun sudah dimulai sejak tiga tahun belakangan ini.

Selain membutuhkan persiapan yang matang baik dari segi regulasi, finansial, teknologi, keamanan, dan lain sebagainya, masalah dukungan masyarakat akan menjadi masalah yang cukup serius untuk diatasi. Bahkan bisa dipastikan akan mendapat penolakan dari sebagian masyarakat terutama masyarakat umum.

"Hal ini mungkin terjadi apabila masyarakat tidak diberikan informasi dan edukasi yang memadai melalui proses sosialisasi dengan strategi yang tepat. Karena itu, salah satu tantangan berat bagi pemerintah sebagai pelaksana undang-undang adalah bagaimana meningkatkan akseptabilitas energi nuklir melalui peningkatan kepercayaan masyarakat," kata dia.

Semua kebijakan global bergerak menuju transisi energi dan net zero emission. Untuk itu, saat ini Pemerintah sedang menyusun perencanaan strategi jangka panjang tentang pasokan dan permintaan energi untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat dengan bantuan internasional.

Target ini dapat diupayakan melalui beberapa strategi antara lain, pertama, pengembangan energi baru dan terbarukan yang masif, yang mencakup semua pembangkit listrik energi terbarukan, nuklir, hidrogen, dan sistem penyimpanan energi baterai.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2021

0 Response to "Mendorong nuklir menjadi energi net zero emission"

Post a Comment