Penyaluran BLT PKL via TNIPolisi Bukan Solusi

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah memutuskan menambah bantuan sosial (bansos) dalam bentuk tunai (BLT) kepada wong cilik akibat (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyiapkan dana sebesar Rp1,2 triliun untuk memberi bantalan bagi pedagang kecil, dari PKL hingga warteg yang berada di wilayah PPKM level 4.

BLT PKL menyasar 1 juta calon penerima dengan nilai Rp1,2 juta per pelaku usaha. Bantuan bakal disalurkan lewat personil TNI/Polri, masing-masing instansi bakal mengelola Rp600 miliar.


Menurut Sri Mulyani, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengamanatkan TNI/Polri sebagai penyalur BLT guna menghindari ketegangan kala menutup atau memindahkan pedagang kecil.

Ani, akrab sapaannya, menyebut Jokowi ingin menghindari konflik yang sempat terjadi saat penertiban masa PPKM Darurat. Harapannya, penutupan usaha PKL yang disertai penyaluran BLT bakal meredakan ketegangan.

"Dengan demikian tugas yang dilakukan oleh TNI/Polri di lapangan bisa dipahami oleh masyarakat karena memang kita meminta warung harus tutup atau pindah maka diberikan bantuan," terang Ani, akrab sapaannya, pada konferensi pers daring yang disiarkan pada Kamis (9/9).

Bendahara Negara sendiri sudah memberi peringatan agar BLT tidak bocor dan diterima penuh oleh pelaku usaha. Kendati sudah mengumumkan jumlah anggaran, namun pemerintah belum secara gamblang menjelaskan skema penyaluran, penetapan penerima, dan pengawasan yang diterapkan dalam penyaluran BLT ini.

Pada akhir Juli lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan pendataan melibatkan pemerintah daerah (pemda), Kementerian Sosial, hingga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Data ini tentunya perlu disiapkan oleh pemda, di mana nanti data tersebut akan di-cleansing dengan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dan NIK, juga di-cleansing oleh BPKP," ujarnya Jumat (30/7).

Dia mengklaim sudah menerima rambu hijau dari BPKP dan sistem penyaluran BLT PKL tergolong 'clean and clear'.

Ekonom Indef Nailul Huda menilai alasan pemerintah melimpahkan tugas penyaluran kepada TNI/Polri tidak masuk akal. Menurut dia, jika tujuannya menghindari konflik dengan PKL, anggota TNI/Polri bisa mendampingi pegawai Dinas Sosial daerah yang memang tupoksinya menyalurkan bansos.

Dia mengkhawatirkan terjadi tumpang tindih tupoksi bila disalurkan lewat personel TNI/Polri, sehingga yang ada malah penyaluran tidak efektif. Ia mengaku menyayangkan TNI/Polri juga mendapat 'jatah' penyaluran bansos, kendati bukan tugas mereka.

"Ini yang saya sayangkan, mungkin ego sektoral TNI/Polri makanya mereka minta mereka saja yang menyalurkan padahal bukan tupoksi mereka," katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/9).

Nailul juga menyebut ada potensi kebocoran atau fraud dalam penyaluran BLT. Ia menilai potensi bocor bakal semakin lebar mengingat bantuan diberikan secara tunai dan secara fisik di lapangan.

Bila ada oknum yang memotong BLT untuk 'jatah' mereka, ia ragu masyarakat bakal berani memprotes, yang ada masyarakat sudah terintimidasi dulu. Hal ini berbeda bila bantuan dikirimkan lewat perbankan atau PT Pos Indonesia yang mengirimkan by name by address.

Hal lain yang perlu diperhatikan, lanjut Nailul, adalah potensi fraud dari sisi penyaluran ganda. Dengan masing-masing instansi menerima Rp600 miliar, ia menilai besar kemungkinan seorang penerima mendapat BLT dari TNI dan Polri.

"Masalahnya walau data sama tapi mereka tidak terintegrasi, jadi sistem engga tahu dapat apa engga otomatis kalau saya terdata di TNI, saya akan terima juga di Polri," ujarnya.

Rendah efektivitas dan rentan bermasalah, ia menyarankan agar penyaluran lewat TNI/Polri dapat dibatalkan.

Sementara, Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menyoroti penetapan sasaran PKL, pasalnya mereka tidak selalu berdagang di tempat yang sama dan kerap berpindah lokasi dagang. Menurutnya, susah mendata calon penerima PKL.

Dia menilai pemda adalah pihak yang paling mengetahui keadaan dan data PKL di daerahnya masing-masing. Mereka lah, lanjut Faisal, yang mestinya memegang kontrol penyaluran BLT.

"Kalau disalurkan lewat TNI/Polri cara atau skema pembagiannya gimana? Siapa yang menjadi sasarannya?" ujar dia.

Faisal melanjutkan bahwa masih banyak pertanyaan yang harus dijawab pemerintah sebelum meneruskan rencana penyaluran. Misalnya, bagaimana memastikan masyarakat mendapat penuh Rp1,2 juta? Seperti apa pengawasan di lapangan dan siapa yang mengawasi?

Sepaham dengan Nailul, ia menyebut seharusnya TNI/Polri bisa mendampingi petugas/PNS dinsos daerah dalam menyalurkan bantuan dan tidak perlu menyalurkan langsung.

Ia mengaku sulit membayangkan sistem yang efektif dalam penyaluran BLT lewat TNI/Polri. Faisal melihat ada risiko ketidaktepatan penyaluran dan dana disunat sana sini.

Apalagi, Kemenkeu tidak menganggarkan biaya operasional atau transportasi dalam pendistribusian. Jangan sampai hal ini menjadi alasan bagi oknum TNI/Polri memotong BLT dengan dalih biaya operasi.

Dalam penjelasan Sri Mulyani, tidak disampaikan anggaran operasional penyaluran. Dengan asumsi 1 juta penerima senilai Rp1,2 juta, maka anggaran Rp1,2 triliun hanya mencukupi untuk BLT saja.

"Saya sarankan tetapkan juga anggaran distribusinya berapa untuk memastikan supaya ini anggaran tidak dipotong, bansos benar-benar sampai ke si penerimanya," imbuh Faisal.

[Gambas:Video CNN]

Lemahnya Pengawasan Penyaluran BLT BACA HALAMAN BERIKUTNYA

0 Response to "Penyaluran BLT PKL via TNIPolisi Bukan Solusi"

Post a Comment